Senin, 26 Maret 2012

Penyeselan Sang Pemberontak~ Part IV


Di keadaan rumah Marsya, ayah dan ibu Marsya mulai mencemaskan Marsya, ayah yang tadinya tak perduli akan tingkah Marsya, sekarang ayah pun mulai cemas. Ibu tak berhenti menangis, ayah tak kunjung berhenti menelfon rumah teman-teman Marsya di tengah malam, ayh sudah mencoba menelfon polisi, namun polisi belum menerima laporan ayah Marsya dikarenakan belum 24 jam ayah menunggu kepastian.

Keesokan paginya..  
Marsya bangun dengan keadaan yang berbeda pada saat tadi malam, ia bangun pagi-pagi sekali, udara dingin menusuk kedalam raga Marsya, Mata Marsya masih sedikit tertutup, namun Aris membangunkan nya, dan menyuruh nya untuk berganti baju dan sarapan sedikit.
“ Marsya bangunlah, sudah pagi, cepat ganti baju mu dan sarapan bersama-sama.”
“ Arghh, nanti saja aku bangunnya dingin, males, sebentar lagi saja ya Ris.”
Tanpa menghiraukan kata-kata yang di keluarkan oleh Marsya, dia langsung menyeret nya bangun dan segera berganti baju, Marsya pun berganti baju dengan sedikit risih, karena bajunya tak sebagus yang ia pakai sehari-hari, sarapan yang ia makan hanya sepiring goring singkong yang tak bearti bagi Marsya, namun bagi keluarga aris itu berharga sekali.
Aris membawa sebuah alat yang sederhana yang terbuat dari kayu yang di tancapkan tutup-tutup botol yang berbunyi dengan sedikit nyaring. Marsya yang sedikit malas dan mengeluh mengikuti Aris dari belakang sambil berbicara pada bathin nya sendiri.
‘ Arghh, harus ikut ngamen ? sadar Marsya, kamu itu anak manager , masa harus ngamen di jalan yang banyak debu juga polusi, Ayah lagi ternyata ayah ga sayang ma aku, ibu juga. Sampai sekarang mereka ga nyariin aku, apa aku balik lagi aja ya ? eitss, Jangan deh, ntar yang dapet malah Ceramahan dari ayah ma ibu.’

Sampai di tepi jalan yang sudah terlihat macet di seisi jalan, kendaraan yang memenuhi jalan orang-orang yang berjalan yang akan mencari uang, Mereka langsung menuju tempat yang biasa Aris mengamen, yaitu Lampu merah yang ada di ujung jalan.
Beberapa menit, lampu merah pun menyala, itu kesempatan untuk Anak-anak pejalan untuk memulai bekerja mencari sepeser uang.  Aris langsung memainkan gitar kecilnya, dan Marsya memegang Kecrek yang dibuat aris. Dan Mereka mulai bernyanyi…
syukuri apa yang ada ..hidup adalah anugerah. Tuhan pastikan menunjukan kuasa nya, bagi hamba nya yang sabar dan tak kenal putus asa. Jangan menyerah…” Mereka bernyanyi kompak, namun wajah Marsya sedikit cemberut karena malas dengan pekerjaan yang ia jalani.
Pikir ia, di luar sana akan mendapatkan kebahagiaan yang melimpah, namun sebaliknya, ia malah ikut bersusah payah. Dan ia pikir juga kedua orang tuanya akan mencari nya, namun sudah sampai sekarang tak kunjung mencarinya.
Di suasana rumah Marsya, ibu nya Marsya tak kunjung berhenti untuk berdo’a akan keselamatan Marsya, ayah nya Marsya pun sedang mencarinya ke tempat-tempat yang biasa Marsya kunjungi, sambil menunjukan foto Marsya untuk mencarinya lebih mudah. Namun apalah hasilnya, ayah tak menemukan jejak Marsya.

Di keadaan Marsya dan Aris bekerja di jalanan, tiba-tiba sosok laki-laki yang sedikit terlihat sangar , dan kekar akan otot-otot di tangan nya, dan bekas codetan di pipi kanan nya, membuat semua anak jalanan takut. Marsya bertanya-tanya dalam hati, siapakah dia. Lalu semua anak jalanan di kumpulkan oleh nya. Semua anak ketakutan oleh nya. Aku bingung sendiri, namun Marsya di perbolehkan untuk diam di ujung jalan oleh Aris. Aku melihatnya dari jauh, uang-uang yang di kumpulkan oleh anak-anak jalanan, dengan gampangnya di ambil oleh sang preman. Marsya  iba melihatnya, dia tak berkedip sekali pun, matanya terbelalak melihat anak-anak di paksa untuk menyerahkan uang yang di kumpulkan dengan keringat nya. Dan terlihat giliran Aris, Marsya tahu penghasilan Aris hanya sedikit karena dirinya yang jengkel. Aris maju dengan wajah tertunduk dan berkata sepatah kata ..
“ Maaf bang, Cuma segini yang aku hasilkan. Ini bang, besok akan lebih banyak.”
“ Hah ? segini ? gue liat lu ngamen berdua sama anak cewek, harusnya lu lebih banyak dari biasanya. Tiap hari segini, huh dasar ga berguna.” Teriak sang preman di depan wajah Aris.
Aris menghampiri Marsya dengan senyuman yang indah dari hatinya, Marsya bingung dengan Aris, setelah di marahi preman sempat-sempat nya dia tersenyum senang. Lalu dia berbicara kepada Marsya dengan senyuman yang senang..
“ Marsya, mari kita cari makan siang untuk mu, jangan bilang-bilang ya marsya, sebenarnya aku menyimpan uang di kantung baju mu. Coba deh raba, lumayan buat beli nasi sama lauknya. Kalau di aku, wah ludes udah uang itu.”
Marsya meraba kantung baju nya, terlihat dua lembar lima ribu dan lima lembar seribuan.
“ Hah ? lima belas ribu ? emang cukup ? aku ga mau ah, kalo makan nya cumin nasi sama tahu tempe, apalagi sama mie instant. Sorry ya bro..”
Kamu ini, mau makan tidak , masih untung aku sisain uang hasil jerih payah aku. Ya sudah kalau kau tidak mau makan. Terserah..!!” Aris berkata sambil berlalu meninggalkan Marsya
Marsya menyusul nya dan berteriak “ Ya aris, tunggu aku mau ikut deh. Tungguuu”
-TBC-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar