Tak lama
kemudian, Ibu dan Ayah Marsya ingin melihat keadaan Marsya yang sudah lama tak
keluar kamar sejak tiga jam yang lalu. Ibu marsya melihat sepucuk surat yang
ditulis oleh Marsya. Ibu Marsya jatuh pingsan setelah membaca isi surat itu,
namun berbeda dengan Ayahnya, Ayah Marsya sama sekali tidak terlihat cemas.
“Anak itu, apa lagi yang dia lakukan, masalah apa lagi yang akan dia perbuat.
Biar saja dia berkeliaran di luar” ucap Ayah Marsya yang sedikit emosi.
Ayah langsung
membaringkan Ibu Marsya di kamar nya. Dengan bantuan obat penghangat, Ibu
Marsya bangun dengan lesu dan langsung menanyakan dimana Marsya yang entah
kemana.
“Ayah, cepat
cari dia, cepat. Ibu takut dia kenapa-kenapa, ibu takut Marsya sakit, dia tak
kuat dengan udara seperti ini. Ayah cepp...” pembicaraan ibu terpotong
“ STOP. Bu,
apa ibu tidak capek kalau melihat dia begini terus, buat masalah tanpa henti.
Ayah capek Bu, uang Ayah hanya terbuang oleh barang yang tak berguna oleh nya.
Biarlah, dia merasakan sendiri bagaimana susahnya mencari sepeser uang.” Ayah memotong
pembicaraan Ibu.
Sedangkan
di luar sana, marsya hanya bisa mengeluh, dia kedinginan, dia kelaparan, dia
lelah. Karena dia sama saja menyiksa dirinya sendiri. Dia terbaring di depan
sebuah toko , yang tak lama kemudian dia di usir. Dia mencari tempat lain,
melihat di sekitar sisi jalan banyak orang yang sedang makan di suatu tempat.
Dia pun duduk di tempat duduk yang sedikit tak layak untuk di duduki, dia
mengeluh pada diri sendiri.
“ aishh, lapar, cape, dingin.
Aduhh..eh jangan nyerah, jangan mau balik lagi ke rumah. Males banget deh punya
ortu kaya gtu.”
Tiba-tiba seorang anak laki-laki
yang sepertinya seumuran dengan marsya dengan baju yang sedikit tak layak pakai
dan membawa sekarung barang-barang plastic yang memakai alas kaki seadanya,
menghampiri dan berkata kepada marsya.
“ maaf, hey kamu siapa ? boleh
kenalan tidak ? kau seperti kedinginan.” Sapa anak itu
“ marsya.” Marsya hanya menjawab
singkat dengan nada yang sedikit malas berbicara dengannya
“ oh marsya, kenalkan aku Aris. Aku
anak seorang pemulung, sepertinya kamu lapar dan kedinginan, mari ikut dengan
ku. Mau tidak ?” ajak aris kepada marsya
“ hah ? kemana ? baiklah.”
Tanpa berfikir panjang Marsya
langsung mengikuti Aris dari belakang, Mereka menelusuri jalan-jalan yang
sempit dan becek juga sedikit bau. Marsya pun tak tau kemana tujuan Aris. 15
menit mereka berjalan kaki, lalu dari jauh terlihatlah sebuah gubuk yang
terlihat tak layak dihuni oleh manusia.
“ Selamat datang Marsya, inilah
rumah ku. Sementara waktu kamu tinggal disini saja, daripada ga ada tujuan yang
tentu. Mari masuk.” Aris mempersilahkan
“ ah ga mau Ris, sumpek tahu. Kamu ga merasa pengap ?
ngomong-ngomong siapa itu ? ibumu dan adikmu ?”
“ inilah kehidupan ku sehari-hari,
mencari uang di tengah-tengah sampah, dan di tengah jalan yang banyak polusi
dan hidup bercukupan, iya itu ibu ku dan
adik ku. Mari aku kenal kan padamu.”
Marsya pun terpaksa masuk kedalam
rumah Aris, sambil menutupi lubang hidungnya. Aris pun memperkenalkan Marsya
pada ibu nya dan juga adik kecilnya.
“ ibu, kenalkan ini Marsya teman
ku, adik ini teman kaka, dia sementara waktu tinggal di sini dahulu, dia tak
tau tujuannya kemana. Boleh ya bu..?” pinta Aris pada ibunya.
“ oh begitu, baik ibu mengijinkan.
Tapi dia pun harus ikut bekerja, apa kau mau nak ? “
“ APAA ?” Marsya berteriak dengan
nada sedikit keras “ bekerja bu ? tapi…ehm, baiklah.” Dengan wajahnya yang
pasrah dan di tekuk.
Marsya sekarang tidur di kamar yang
kumuh, dan tak layak untuk di huni, genting yang bocor, diding yang kotor,
lantai yang beralaskan tanah yang lembab juga bau. Tapi Marsya harus tidur
dengan terpaksa, karena esok pagi dia harus mulai bekerja dengan Aris,
mengamen.
-TBC-
-TBC-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar