Senin, 26 Maret 2012

Penyeselan Sang Pemberontak ~ Part III


Tak lama kemudian, Ibu dan Ayah Marsya ingin melihat keadaan Marsya yang sudah lama tak keluar kamar sejak tiga jam yang lalu. Ibu marsya melihat sepucuk surat yang ditulis oleh Marsya. Ibu Marsya jatuh pingsan setelah membaca isi surat itu, namun berbeda dengan Ayahnya, Ayah Marsya sama sekali tidak terlihat cemas. “Anak itu, apa lagi yang dia lakukan, masalah apa lagi yang akan dia perbuat. Biar saja dia berkeliaran di luar” ucap Ayah Marsya yang sedikit emosi.
Ayah langsung membaringkan Ibu Marsya di kamar nya. Dengan bantuan obat penghangat, Ibu Marsya bangun dengan lesu dan langsung menanyakan dimana Marsya yang entah kemana.
“Ayah, cepat cari dia, cepat. Ibu takut dia kenapa-kenapa, ibu takut Marsya sakit, dia tak kuat dengan udara seperti ini. Ayah cepp...” pembicaraan ibu terpotong
“ STOP. Bu, apa ibu tidak capek kalau melihat dia begini terus, buat masalah tanpa henti. Ayah capek Bu, uang Ayah hanya terbuang oleh barang yang tak berguna oleh nya. Biarlah, dia merasakan sendiri bagaimana susahnya mencari sepeser uang.” Ayah memotong pembicaraan Ibu.
Sedangkan di luar sana, marsya hanya bisa mengeluh, dia kedinginan, dia kelaparan, dia lelah. Karena dia sama saja menyiksa dirinya sendiri. Dia terbaring di depan sebuah toko , yang tak lama kemudian dia di usir. Dia mencari tempat lain, melihat di sekitar sisi jalan banyak orang yang sedang makan di suatu tempat. Dia pun duduk di tempat duduk yang sedikit tak layak untuk di duduki, dia mengeluh pada diri sendiri.
“ aishh, lapar, cape, dingin. Aduhh..eh jangan nyerah, jangan mau balik lagi ke rumah. Males banget deh punya ortu kaya gtu.”
Tiba-tiba seorang anak laki-laki yang sepertinya seumuran dengan marsya dengan baju yang sedikit tak layak pakai dan membawa sekarung barang-barang plastic yang memakai alas kaki seadanya, menghampiri dan berkata kepada marsya.
“ maaf, hey kamu siapa ? boleh kenalan tidak ? kau seperti kedinginan.” Sapa anak itu
“ marsya.” Marsya hanya menjawab singkat dengan nada yang sedikit malas berbicara dengannya
“ oh marsya, kenalkan aku Aris. Aku anak seorang pemulung, sepertinya kamu lapar dan kedinginan, mari ikut dengan ku. Mau tidak ?” ajak aris kepada marsya
“ hah ? kemana ? baiklah.”
Tanpa berfikir panjang Marsya langsung mengikuti Aris dari belakang, Mereka menelusuri jalan-jalan yang sempit dan becek juga sedikit bau. Marsya pun tak tau kemana tujuan Aris. 15 menit mereka berjalan kaki, lalu dari jauh terlihatlah sebuah gubuk yang terlihat tak layak dihuni oleh manusia.
“ Selamat datang Marsya, inilah rumah ku. Sementara waktu kamu tinggal disini saja, daripada ga ada tujuan yang tentu. Mari masuk.” Aris mempersilahkan
“ ah ga mau  Ris, sumpek tahu. Kamu ga merasa pengap ? ngomong-ngomong siapa itu ? ibumu dan adikmu ?”
“ inilah kehidupan ku sehari-hari, mencari uang di tengah-tengah sampah, dan di tengah jalan yang banyak polusi dan hidup  bercukupan, iya itu ibu ku dan adik ku. Mari aku kenal kan padamu.”
Marsya pun terpaksa masuk kedalam rumah Aris, sambil menutupi lubang hidungnya. Aris pun memperkenalkan Marsya pada ibu nya dan juga adik kecilnya.
“ ibu, kenalkan ini Marsya teman ku, adik ini teman kaka, dia sementara waktu tinggal di sini dahulu, dia tak tau tujuannya kemana. Boleh ya bu..?” pinta Aris pada ibunya.
“ oh begitu, baik ibu mengijinkan. Tapi dia pun harus ikut bekerja, apa kau mau nak ? “
“ APAA ?” Marsya berteriak dengan nada sedikit keras “ bekerja bu ? tapi…ehm, baiklah.” Dengan wajahnya yang pasrah dan di tekuk.
Marsya sekarang tidur di kamar yang kumuh, dan tak layak untuk di huni, genting yang bocor, diding yang kotor, lantai yang beralaskan tanah yang lembab juga bau. Tapi Marsya harus tidur dengan terpaksa, karena esok pagi dia harus mulai bekerja dengan Aris, mengamen.
-TBC-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar