Aku masih menatap nya sampai saat ini, sampai kami diucapkan
selamat jalan oleh semua pihak sekolah. Semua orang masih asik dengan melihat
teman-teman mereka di kalungi oleh medali sebagai penghargaan dari sekolah karena
telah menyelesaikan sekolah menengah pertama. Berbeda denganku, aku hanya duduk
dan mataku masih kuat untuk melihat masa
laluku yang memang sangat kejam. Lebih kejam jika aku tak berani mendekatinya
dan aku ucapkan semoga sukses dan aku meminta untuk memotret dia . atau foto
bersama dengannya. sesekali aku tertangkap basah sedang menatapnya dengan
khusu. Ya itulah cinta atau apalah itu, mengalihkan dunia nyata menjadi dunia khayalan. Sebenarnya dunia khayalan itu
bisa menjadi dunia nyata jika aku bisa mendekati dia saat ini. Ya, aku sudah di
dekatnya sekarang. “Hai, gimana perasaan kamu?” belaga tidak salah tingkah.
“hai, menurutmu?”. Mampus, ini yang aku tak suka darinya, tak pernah mengerti
apa maksudku. “ ya menurut aku sih sedikit aneh, kayak baru kemaren aku tahu
nama kamu itu Indra, kayak baru kemaren ku pake jas OSIS untuk ngurus semua
ini. Sekarang aku yang liat pekerjaan mereka.” . indra mengubah posisi
duduknya, kaki nya sekarang ditumpang ke kaki satunya lagi. “ Ya, kamu bener. “
jawabnya singkat, “Dra,di lanjutin kemana sih? Kamu kan jago IPA nya. Kok gak
ada kabar soal kamu mau di lanjutin kemana?” mencoba membuat Indra balik nanya.
“Nanti aku kabarin juga kok, kamu mau kemana?” Indra akhirnya menananyakan
sesuatu, “ SMA yayasan yang di urus oleh om ku, kamu tau kan? Ya aku mau nyoba
ngembangin bakat aku disana.” Jelasku. “Musik? Fotografer? Penulis? Sutradara?
Lain kali jangan delete contact seorang fotografer lagi kalau pengen kayak dia”
sambil tersenyum. “ Tau semua kamu Dra , iya enggak akan hapus lagi kok. Ohiya,
mau foto bareng? Kenang-kenangan”. “Boleh”. Hanya satu kata yang membuat aku
senang tak ada dua-nya.
Siapa lagi orang yang pertama tahu kalau aku lagi seneng. Ya
itu dia sedang bersama kekasihnya, Rara. “Ra, lo tau? Lihat ini, gila kan.”
Sambil melihatkan layar kamera.” Waw, kenapa baru sekarang lo berani? Setahun
yang lalu kemana aja lo, tapi hebat deh. Udah tahu dia mau kemana?” tanya Rara.
“Belum Ra, malah bilang ‘Nanti aku
kabarin juga kok’. Apa coba maksudnya?”. “Liat aja ntar, apa dia kabarin lo
Rin. Jangan lupa aja sama janji dia. Oke?”. Aku hanya menganggukkan kepala. Aku
juga ingin menjadi seperti Rara, langgeng dan bahagia sama Andre nya, patut di
acungi jempol , dari pada aku yang satu tahun Cuma diam dan senyum. Pembodohan
batin. Dan aku kembali duduk di samping Rara sambil melihat ke arah Indra yang
berjalan ke arah teman-temannya. Di saat itu memang aku merasa takut kehilangan
jejak dia, siapa sih yang rela kehilangan orang yang di sayang selama satu
tahun lebih? Tapi ada niat juga untuk ‘sedikit’ melupakan kenangannya dan bukan
berarti melupakan orangnya. Mungkin aku bisa menghubungi dia lewat SMS atau
jejaring sosial lainnya, tapi satu pertanyaanku , apa dia mau menjawab semua
itu? Entahlah. Dan satu lagi, foto ini tidak boleh hilang sampai kapan pun! Ini
akan menjadi sebuah bukti bahwa aku berani mendekati dia.
“Ra, gue ke toilet sebentar ya. Lagian ini masih lama kan?
Masih kelas E. lo tunggu sini”, aku pun pergi untuk membenarkan riasan
rambutku. Dan tak sengaja aku melihat Indra sedang berdiri di depan toilet laki-laki
dan sedang meminum obat tablet yang jumlahnya lumayan banyak, aku berniat untuk
menhampirinya namun dia keburu pergi. Dalam hati aku masih bertanya-tanya,
sejak kapan dia berurusan dengan obat-obatan seperti itu dan terlihat seperti
resep dokter yang dia minum. Aku pun masuk ke toilet.
“Ra, liat Indra?” aku pun masih penasaran. “enggak, bukannya
lo yang selalu tahu?”, Rara menjawabnya dengan sedikit bingung, “Tadi gue lihat
di toilet cowok, tapi dia pergi duluan pas gue mau nyamperin dia. Dan lo tau
Ra, dia minum obat banyak banget, sejak kapan dia berurusan dengan obat yang
dari dokter? Dia sakit? Tapi sakit apa” aku menjelaskannya. “ mungkin maag dia
kambuh Rin. Atau apa gitu” mencoba menenangkanku, “Mungkin”. Aku kembali duduk
dan melihat ke setiap kerumunan orang. Tak ada di sana dia. Hanya ‘kemana’ yang
ingin aku tanyakan pada semua orang, tapi tak mungkin karena pasti membuat
kesalahan besar. Saat aku mulai duduk, aku merasa aku mendudukki sesuatu, saat
aku berdiri kembali, aku melihat sebuah gantungan yang berbentuk seorang
laki-laki dengan membawa potongan dari bentuk love. Aku pun melihatnya dan
menanyakan pada Andre dan Rara yang duduk di sampingku, “Punya kalian? Punya lo
mungkin Dre?”, sambil menunjukn gantungan itu, “Bukan. Punya kamu Ra?” Tanya
Andre, dan Rara hanya menggelengkan kepala. Aku ambil kembali dan aku simpan
dalam tas kecil-ku.
Acara perpisahan itu di akhiri dengan acara potret bersama,
suka duka di abadikan dengan sebuah foto kecil yang menyimpan seluruh perasaan
manusia dan seluruh kenangan yang dititipkan, karena dalam memori otak tidak
sedikit orang yang melupakan semua itu. Aku berdiri di dekat wali kelasku tepat
di tengah, aku tersenyum. Saat tombol
rana ditekan itulah kita di persatukan.
***
1 tahun kemudian
“ hari dimulai ketika
membuka kelopak matamu, dan melihat apapun yang di sekitarmu. Deringan jam atau
deringan.... ibumu. ups” memo yang kutulis pada pagi itu. Aku
langsung mengenakan jas sekolahku, jas ku kini berwarna merah ati, artinya aku
sudah masuk tahap dua dalam dunia sekolah ku. Seni musik dan fotografi . Tak
terasa sudah satu tahun aku menyelesaikan tahap satu ku. Ya , rapih semua. Aku
turun dengan tuntunan suara ibu ku “Rin, cepet turun”. Seru ibuku dari bawah. “ wait a minute mom”.
“ Waw sarapan yang lezat, ayah mana? Jadikan anter Ririn ke sekolah?” tanyaku. “ ayah disini,
jadi dong. Coba tebak ayah mau apa?”. Pagi ini ayah tidak memakai jas kantor
nya, tapi memakai baju untuk kelas ku jika belajar bagian outdoor, “Ayah mau
gantiin mas Deda? Outdoor kali ini gak jauh sih yah, tapi kan panas loh yah
hahaha” Candaku. “Iya hari ini ayah mau gantiin mas Deda, enggak apa-apa
kan?”. “ Jelas boleh dong yah”. Ayah
memang sering menggantikan guru-guru kelasku jika tak ada atau ayah emang iseng
buat gantiin mereka. Dulu, ayah emang seorang yang pandai tentang fotografi dan
sempat ingin menjadi guru di sekolah yayasan Om Adi, tapi karena pekerjaan ayah
yang sudah di rintis dari dulu gak mungkin di tinggalin. Mungkin kali ini ayah
rindu dengan dunia masa lalu nya.
Mobil ayah terparkir dengan baik di tempat parkir sekolah,
dan pertama kali yang menyapa ku di pagi ini adalah Rara, yaps Rara masih setia
di belakangku, dia satu sekolah lagi, karena dia masuk jurusan seni musik dan vocal sama sepertiku,
namun kelas fotografi di cancel olehnya. “Pagi Ririn, Pagi om. Wah mau ngajar
di kelas Ririn ya om? Outdoor nya dimana kali ini om? Aku boleh dong jadi objek
nya?” Rayu Rara. “ sekitar taman sekolah Ra, boleh saja tinggal datang saja”.
Jelas ayah, “mau nya, yah aku duluan ya, sampai nanti”. Aku pun pergi dengan
Rara menuju kelas. “ Bagian dokumenter
atau foto nih? “, tanya Rara. “Foto , tapi tanpa model khusus. So, gak ada peluang buat lo Ra” canda
ku. Cewe yang satu ini emang suka jadi objek aku kalau aku butuh model buat
latihan, ya cukup pas buat di lensa kamera. Matanya yang bisa berbicara pada
lensa dan senyumnya yang khas membuat aku pun senang memotretnya, terkadang aku
juga ganti model dengan siapa saja yang ada di komplek rumah. Hanya latihan.
Aku pun membuka loker peralatan untuk kelas outdoor, ya
seperti tripod , lensa, dan lain-lain. Ketika aku membuka loker sebuah gantungan jatuh begitu saja, aku
mengambilnya dan menatapnya, otakku memutar ke masa SMP ku, dimana aku
menemukan itu. Tiba- tiba aku ingat dengan sosok lelaki yang amat aku kagumi
dan aku cintai sejak kelas dua SMP, pertanyaan pun langsung di lontarkan kepada
Rara, “ Ra inget Indra gak?” tanyaku semangat sambil membereskan peralatanku,
“Indra mana ya?” tanya Rara bingung. “Jahat banget sih! Itu cowok yang punya
mata besar lalu pipi nya gembip dan idungnya
itu paling unik, rambutnya sedikit ikal tapi gak terlalu, yang aku gebet
dari kelas dua. Indra Pratama. Ya itu namanya”. Jelasku. “Oh, iya gue inget.
Kenapa? Dia ngabarin kamu dia dimana sekarang?” tanya Rara. “Bukan, gue nemu
ini. Tapi tunggu, itu janji dia dulu kan Ra? Dia bakal ngasih tau gue kalau dia
ada dimana. Satu tahun dia ngilang” nadaku menjadi rendah. “Udah gak usah mikirin dia lagi, gih cepet ke
lapangan, ayah kamu udah ngasih kode tuh” sambil mendorongku.
“Selamat Pagi Anak-anak” sapa Ayah pada semua murid. “Pagi
Pak” jawab serempak. Inilah dimana aku harus bersikap adil, tidak semena-semena
dia ayahku. “Oke, anak-anak sekarang kita akan outdoor dan saya disini sengaja
menggantikan Pak Deda untuk mengajar kalian pada hari ini. Sekarang mungkin
saya akan menugaskan kalian untuk memotret seperti halnya seorang paparazi,
dimana kita membidik objek tapi tidak ketahui oleh orangnya atau si objek.
Mengerti? Ada pertanyaan?” tanya ayah. “pak?” Desi mengancungkan tangan untuk
menanyakan satu hal. “iya desi?”, “Apa kita boleh memotret siapa saja dan
apapun yang sedang mereka lakukan?” tanya nya, “Pertanyaan bagus, iya boleh
saja, asalkan itu masih wajar, dan ingat jangan sekali-sekali mempublikasinya
untuk saat ini, tanpa seijin saya. Sekarang boleh kalian cari objek yang berbobot”
Aku pun saling berkeliling mencari objek yang bagus, aku
berharap aku menemukan dua orang siswa sedang berkelahi atau sesuatu yang
kriminal, itu bisa membuat fotoku berbobot, dimana si objek memang benar-benar
penting dan tidak semua orang tahu kelakuan sang objek seperti itu, dan si
objek pun harus benar-benar orang penting. Aku pun duduk dibangku taman
sekolah, aku cari objek yang memang baik. Aku menemukan satu, ibu guru IPA atau
ibu Saras yang sedang bersolek diam-diam menghadap kaca, walaupun dia sedang
mengajar. Aku tertawa sendiri melihatnya, lalu aku berputar arah jam 3, aku
melihat dua orang anak sedang berkelahi dan ini yang aku mau, bahkan orang ini
sangat penting, aku akan menjelaskannya nanti. Tapi aku masih tidak puas, aku
berjalan sedikit dan aku mulai mencari objek dengan lensaku, ketika aku mencari
fokus, objek yang sedang aku perhatikan itu tidak asing, bibirku langsung
diberi perintah otakku untuk melontarkan pertanyaan, “Indra??” rana pun
langsung tekan, aku potret beberapa kali. Ketika aku melihat nya di layar
kamera, dan aku lihat lagi kearah dia berdiri, dia hilang. “Itu Indra, gue
yakin itu Indra”. Sayangnya aku tak bisa melihat jejak dia pergi kemana, Ayahku
pun sudah melambaikan tangannya kepadaku, dan aku harus segera berkumpul
kembali. Hatiku masih bertanya-tanya siapa dia. Mirip sekali dengan Indra, atau
itu benar-benar Indra.
“Ayo, kumpul disini anak-anak. Sudah dapat foto yang bagus?”
Tanyanya. Semua anak serempak menjawab sudah.
“Ririn, maju kedepan, ceritakan apa maksud fotomu” perintahnya. Ini resiko jika
ayah yang mengajar, selalu aku yang di pertamakan, malu jika aku tak bisa atau
aku tak dapat objek, untung aku sudah mendapatkannya. “Ya tentu aku sudah
mendapatkannya, ini dia, bisa klian lihat? Tapi tolong jangan kasih tahu
orangnya ya. Ya dia adalah seseorang yang penting dalam OSIS, kalian pasti
tahu. Dan dia tertangkap basah sedang berkelahi, ya walaupun hanya memegang
kerah temannya, apa itu cerminan seseorang yang ada di bagian organisasi OSIS?
Tidak sama sekali. Jika di publikasikan ini sangat memalukan, dan inilah yang
disebut paparazi, terkadang orang yang mengambil gambarnya tidak memikirkan
perasaan si objek. Terima kasih” jelasku. “Penjelasan yang bagus Ririn, tepuk
tangan. Ada yang la...” Omongan Ayah terpotong oleh bel istirahat. “sudah bel,
silahkan kalian istirahat, Terima kasih”.
Aku langsung pergi ke kantin, pasti Rara disana dengan
buku-buku lagunya. Dan benar, dia sedang duduk membaca buku lagu baru nya yang
harus dia hafal dengan segelas jus jeruk. Aku menepuk pundaknya, “Eh lo Rin, gimana
outdoor nya seru?” Tanya Rara, aku tak menghiraukan pertanyaan Rara, aku
langsung menunjukkan layar kameraku, “Lihat! Ini Indra Ra, dia ada disini.”
Jelasku dengan tegas. “Bercanda lo Rin, Indra gak kayak gitu, beda banget” Rara
mengelak, “Ini Indra Pratama, Ini cowok yang aku gebet dan dia janji bakal
ngasih tahu gue kalau dia sekolah dimana dan dia dimana. Ini waktunya Ra !”
jelasku. “bukannya gak seneng liat lo kayak gini, tapi setahun yang lalu, kamu
telfon dia, SMS dia, BBM dia, atau cari tahu lewat temennya, apa kamu tahu dia
dimana? Apa dia bales semua pesan kamu? Bahkan nomornya enggak aktif. Bisa aja
orang yang lo liat itu Cuma mirip dan kamu lagi inget aja sama dia.” Jelas
Rara. “Ra liat mata nya Ra, gue yakin itu Indra. Coba liat sekali lagi.” sambil menunjukan
layar kamera, “Bukan, ini bukan dia Rin. Indra gak pake kacamata kan? Bahkan
dia terlalu tinggi, dia kan hampir setinggi kamu.” Tegas Rara. “Ra, ini udah
satu tahun. Manusia itu tumbuh Ra. Aku bakal cari tahu dia siapa”. Rara hanya
mengehela napas. Aku yakin itu Indra, dia pasti enggak akan lupa sama janji
nya. Aku yakin!
***
Malam itu aku langsung melihat fotonya lagi, aku perhatikan
baik-baik. Rambutnya sedikit ikal dan hitam , sama seperti Indra. Pipi nya,
memang tidak terlihat berisi, dan badannya sedikit lebih kurus. Tinggi nya
melebihi tinggiku, sangat jauh. Dan dia memakai kacamata. Dia pakai baju kemeja
kotak-kotak hitam dan baju dalamnya kaos putih, bawa tas ransel yang cukup
bagus. Mungkin dia murid baru di sekolah.
Aku masih menatap foto itu dan mencoba menekan nomor Indra. Namun, nomor yang tuju sedang tidak aktif, cobalah
beberapa saat lagi . Nomornya benar-benar sudah tidak digunakan. Tak terasa
aku sedang bernostalgia dengan masa laluku, aku meneteskan air mata. Aku merasa
tidak baik malam ini, aku merindukan sosok lelaki yang dulu menganggapku
special, namun dengan seiring waktu, dia berubah tanpa sebab dan menerimaku
hanya sebagai teman. Memang tak ada hubungan apa-apa, namun bagiku itu ada
apa-apa. Aku kembali menatap fotoku dengannya terakhir kali di acara perpisahan
kami, kami duduk berdua, dia mengenakan baju batik dan bawahan hitam. Dia
terlihat tampan dengan kostum itu. Terbukti karena dia bisa mengalihkan dunia
mataku. Aku terus menatapnya bosan selama setahun dulu, setiap kali keluar
kelas, aku pasti melihat ke ujung, memastikan dia sekolah.
Dia bagaikan malaikat yang setiap hari ada untukku, ada untuk
mengingatkan apa yang lupakan. Awalnya
aku memang tak suka dengannya, tapi dia terus menggodaku dengan pesan
singkatnya lewat SMS. Dia terus ada di setiap waktu, aku tak dapat menolak
semua itu. Karena aku telah merasa jatuh cinta dengannya. anganku dibawa terbang bersamanya dengan
hembusan-hembusan napasnya yang selalu terdengar dalam telingaku. Aku tersenyum
ketika dia panggil namaku berulang-ulang, karena apa? Aku simpulkan bahwa dia
sedang membutuhkan aku. Aku senang. Tapi , ketika malam itu dia sudah
mengetahui apa yang aku rasakan, aku menyukainya. Dan apa yang dia bilang , maaf tidak bisa mengasihi kamu lebih, kamu
sahabat aku paling baik. Tanganku waktu itu sangat lembab, memegang ponsel
pun aku tak kuasa, aku senyum dan menyerah. Tapi malam itu bukan dari akhir,
aku terus mengaguminya tanpa lelah. Terkadang aku seperti manusia bodoh yang
mencintai orang yang sudah jelas-jelas menolak. Pernah terjadi kejadian yang
membuat aku marah adanya, aku pun menyatakan bahwa aku tidak mencintainya. Jadi
aku mencintai dia diam-diam. Itu lebih baik, dari pada semua orang tahu. Aku
pura-pura sudah tidak mencintainya. Pertama kali aku mengobrol dengannya saat
aku sedang berjalan dan dia bertanya “Habis dari mana?”, dan dia juga pernah
menginjak kaki ku tanpa sengaja. Itu hal kecil yang amat bahagia. Tuhan memang
baik, biarpun sakit, tapi hati senang.
***
“gue tahu siapa dia Rin” kata Rara. “Siapa?” jawabku dengan
nada penasaran, “Namanya Randi, Nama
Panjangnya sih Randi Pratama.” Jelas Rara singkat. “Udah itu doang? Gak ada
yang lain? Itu informasi atau pengumumuman orang ilang sih Ra?” nadaku sedikit
kesal, “Mau tahu dia lebih banyak? Kenalan!” Rara pergi menuju kelasnya yang
sudah ada disampingnya. Aku hanya terpaku dengan kata-kata Rara, benar juga sih
kata dia, aku harus kenalan sama Randi. Tapi, aku gak liat dia hari ini. Aku
berniat pergi ke kantin untuk beli makan, tapi tidak dengan Rara, karena Rara
udah masuk kelasnya lebih awal.
Aku duduk di tempat biasa, depan warung pak satyo tukang
bubur paling enak di sekolah ini, “Pak, aku pesen....” ucapan aku terpotong
oleh seorang laki-laki yang duduk di sebelahku, “Bubur Ayam nya satu , tanpa
bawang, pake merica sama garam nya jangan terlalu banyak.” Kata lelaki itu, aku
melirik dia dengan perlahan, aku kaget ditempat sehingga hanya menatapnya
dengan pandangan polos, “Kok kamu tahu sih aku mau pesen apa?” kataku
penasaran, dia hanya senyum, “ Pak aku pesen...” ucapanku terpotong lagi, “Es
jeruk , Es nya yang banyak ya pak” kata laki-laki itu lagi. “ kamu siapa sih?
Kok tahu semuanya?” tanyaku penasaran dengan nada sedikit tegas, “Kenalan dong,
aku Randi.” Ucapnya. Aku menoleh sebentar ,
kok minta kenalan? Kalau dia Indra, ngapain minta kenalan? Tapi namanya kan
Randi, apa mata aku yang udah jelek ya? Ah!”, tanganya menepuk pundakku,
“hey, nama kamu siapa?”, aku menoleh sambil menyulurkan tangan untuk berjabat
tangan, “Aku Ririn, anak baru ya?” tanyaku basa-basi, “Iya, aku ambil jurusan
IPA” jelasnya. Bener kata Rara, namanya
bener Randi, dia di Kelas IPA. Tapi liat dong dia mirip banget sama Indra, Cuma
dia pake kacamata dan agak tinggi , Randi atau Indra ya?, tak sadar aku
masih belum melepas tangannya, “Eh maaf ran” aku melepas tangannya. Bubur
pesanan udah datang, aku tinggal makan, dan dia terus menatapku, “Ada apa ya?”
tanyaku, “sebenernya mau minta tolong, tapi enggak jadi deh”, “kok gak jadi?
Bilang aja lagi” sambil melahap buburku. “Kan katanya kamu keponakan yang punya
sekolah ini, boleh enggak temenin aku jalan-jalan sekitar sekolah?” pintanya.
“Boleh, tapi udah aku makan ya?”. Dia menganggukkan kepalanya, “Oh iya, kamu
masuk kelas Apa? “
“Aku masuk kelas Seni musik sama fotografi” jelasku sambil
membereskan sendok ku yang sudah selesai makan. “ aku udah selesai, masih ada
waktu sebelum bel masuk” sambil melihat jam. Dimulai dengan berbicara
dengannya, aku menghilangkan pikiranku bahwa dia itu adalah Indra, mungkin
Indra udah lupa sama cewek kayak aku, mungkin dia juga gak pernah mikrin aku
sama sekali. Mungkin Randi hanya seseorang yang lewat dalam hidupku. Dan hanya
mengingatkan, bahwa aku pernah mempunyai ‘teman’ yang special. Aku tak berhenti
menatap Randi, dia bagai Indra yang asli bagiku. “Randi, kamu asal sekolahnya dari mana?” tanyaku dengan
hati-hati, dia menatapku dengan matanya yang menyipit, “maaf, aku gak bisa
kasih tahu kamu” dengan nada tegas. Aku pun diam, “Ini kelas kamu Ran, kelas aku di ujung , udah
bel” aku pun pergi.
***
“Ra, gue udah kenalan sama Randi. Dia orangnya susah ditebak,
dan misterius. Ngomongnya sedikit baku. Anehnya, dia tahu makanan favorit aku di
kantin, yang tau kan Cuma keluarga gue sama lo Ra yang tahu.” Jelasku sambil
jalan menuju gerbang sekolah, “Hah? Aneh banget dia, tapi dari penampilan nya
dia kayak orang biasa aja deh. Tapi mirip sama Indra?” tanya Rara, “Harus
berapa kali gue bilang sih, dia itu mirip Indra !” bruk aku menabrak seseorang
yang ada di depanku, aku tatap keatas, “Randi, maaf. Kamu mau kemana? Oh, iya
Ran, kenalin ini Rara temen aku.” Sambil menyenggol tangan Rara, Rara pun
sampai bengong liat Randi yang mirip sama Indra. “Rara” ucap Rara. “Aku mau
balik ke kelas, ada yang ketinggalan” jelasnya, “Oh iya silahkan”. Rara masih
menatapnya sampai Randi hilang di pertigaan ujung, “Kata gue juga apa, mirip ya
mirip” tegasku, “Rin, Indra enggak kembar identik kan? “ , “Ya enggaklah”.
Aku pun masuk kedalam mobil yang sudah menunggu dari tadi,
aku berniat untuk mengajak Rara menginap dirumahku, karena besok hari minggu.
Biasanya kita suka menonton fim dikamar dengan beberapa camilan, apapun ituyang
membuat aku dan Rara senang. “Mah, aku pulang” teriakku kedalam ruang tengah
sambil naik tangga, “Siang tante” kata Rara, “Eh ada Rara, mau nginep ya? Nanti
tante siapin makanan buat kalian”. Kami pun langsung masuk kamar. “acara kita
hari ini apa Rin?” tanya Rara, “diem dikamar sambil makanin masakannya mama
aja, atau denger lagu-lagu kesukaan kita, atau liat film horor”. Ponselku
berdering, ada yang menelfon dengan nomor tak dikenal, “Halo?”, “Ini Ririn?”
kata si penelfon, “iya, ini siapa ya? Maaf?” tanyaku penasaran, “Ini Randi”
kata si penelfon
“Randi? Kamu tau nomor
aku darimana?”
“Dari mana aja juga boleh, yang penting ini kamu kan Rin?”
“Iya deh, tapi ada apa ya?” Tanyaku lebih penasaran, aku
menekan tombol loudspeaker supaya Rara tahu
“Nanti malem ada acara?”. Aku menoleh ke Rara, “Jawab apa?”
tanya aku berbisik pada Rara, dia menyuruhku bilang bahwa tidak ada acara.
“Enggak ada, ada apa ya?”
“ Aku mau ngajak kamu jalan-jalan, atau enggak makan malem,
mau?” ajak Randi. Rara menyuruhku mengiyakannya, dan aku bingung, baru kenal
tadi udah berani ajak jalan. Randi emang misterius. “Boleh, jam berapa?” kataku
dengan nada hati-hati, “ Jam 7 aku jemput ya?” , “Iya, tapi kamu...” telfon pun
terputus. “Emang dia tahu rumah gue dimana?” tanyaku ke Rara. “Gak penting.
Pasti dia jemput lo, ayo cepet siapin baju, kamu mandi sana!”. Aku dan Rara
mengeluarkan baju dari dalam lemari, aku obrak-abrik semua sampai menemukan
baju yang pas. Akhirnya aku menemukan baju yang pas, aku pakai baju dress
berwarna cream dan sepatu warna kulit, dengan bando putih, tas putih. Aku bercermin
di depan kaca, “Ra, lo yakin dia jemput gue? lo yakin gak akan ikut?” sambil
membereskan rambutku, “Rin, kalau gue ikut bukan kencan namanya, biarin aku
disini aja sama masakan atau camilan yang dikasih mama mu Rin” canda Rara.
Terdengar suara bel rumah, “Itu Randi” Kata Rara tegas. Kami langsung turun
kebawah, “Jangan dibuka bi, biar aku yang buka” aku menahan si bibi biar tidak
membukakan pintu. “huhhhh.... jangan pikirin Indra, aku bakal seneng sama
Randi” tenangku. Clek pintuk aku
buka. Aku lihat sosok laki-laki yang bejaket kulit warna coklat dan sepatu
warna coklat tua, sambil menghadap ke depan gerbang, aku hanya melihatnya dari
belakang. Lalu dia berbalik dengan senyuman kecil, dan berkata “Ririn, kamu
cantik”. Kalimat yang membuat aku sedikit tertarik dengan sosok Randi. “Makasih
Ran, Ra aku pergi dulu ya” pamitku, “hati-hati Rin, jaga dia ya Randi” sahut
Rara. Aku pun jalan menuju mobil yang terparkir didepan rumahku, aku pun di
persilahkan masuk kedalam mobilnya, “Silahkan cantik”, aku hanya bisa
membalasnya dengan senyumanku yang hanya seadanya. Mobil pun melaju melewati
lampu-lampu jalan kota yang setia menerangi kota Jakarta.
“Kita mau kemana?” tanyaku perlahan
“ Surprise, kamu bakal suka. Aku janji” Kata Randi dengan
semburat senyum.
Aku hanya menatap lampu-lampu yang ada pada tepi jalan, aku
tersenyum sendiri, ingin aku teriak dengan bebas. Aku mulai berani mengatakan
pada naluriku bahwa , aku menyukai Randi. Walau tadi siang kau
baru kenal, tapi dia patut aku cari tahu, aku suka yang menantang. Sebenarnya
aku sedikit risih dengan sikap dia yang so’ tahu semua tentang ku, aku akan
menanyakan nya nanti. Tak terasa mobil sudah berhenti di depan sebuah gedung
apartemen. Apartemennya cukup bagus, mungkin kita akan makan malam di resort
nya. Aku berjalan menyusuri lobi , dan menaiki lift, tapi aku lihat petunjuk
resort itu ada di sebelah utara, tapi kita malah pergi naik lift. “Kita
sebenernya mau kemana sih?” dengan nada sedikit kesal, “Sabar, kamu bakal suka”
ucapan yang tadi terucap lagi, “kamu gak bakal apa-apain aku kan?” tanyaku
takut, “Gila kamu, gak akan lah. Masih pake seragam kok mikirnya sampai
kesana”. Aku terdiam dengan mengerutkan dahi ku. Angka di lift menunjukan kita
akan menuju lantai paling atas entah berapa lantai ini gedung, jika dia melukaiku aku bisa memberitahukan aku
ada di lantai paling atas. Aku bukan wanita bodoh Randi. Sederetan kamar yang
diterangi dengan lampu, kami menyesuri lorongnya, dan kami berbelok ke pintu
tangga untuk ke lantai atap gedung. Mau
bunuh diri? Kayak di sinetron-sinetron gitu?kok ajak-ajak orang? Biar ada yang
jadi saksi mungkin yah. Tapi gimana kalau aku yang di suruh lompat? Salah aku
nurut sama dia. Duh!. “enggak apa-apa kan kita naik tangga ini?” tanya dia
ramah, “Kita mau kemana sih?!” nadaku sedikit tinggi, “Kamu bakal suka”
ucapannya terucap lagi. aku menaiki anak tangga yang cukup untuk kakiku, cukup
gelap disana dan aku mulai sedikit takut. Randi membuka pintu nya , dan kami
benar-benar ada di lantai atap gedung apartemen. “Kamu suka? Lihat deh ke
sebelah kanan kamu” sambil menunjukan tempat itu. Sebuah sofa yang berukuran
cukup besar, dan meja yang dihiasi lilin juga makanan, dan teropong bintang
yang ada disana. Aku langsung tersenyum, dan kami pun berjalan menuju ke sana,
“kamu yang bikin semua ini?” Ririn bertanya penasaran, “Ini tempat biasa aku
buat nongkrong, tapi karena ada kamu, aku beresin dan hias” jelasnya. Aku pun
duduk di sofa itu, dia menuangkan minuman bersoda, dan yang bikin aku kaget,
itu minuman yang aku suka sejak dulu. Kenapa
dia tahu aku suka minuman itu?
“ Silahkan minum, itu makanan nya tinggal ambil aja. Maaf
cuman disini aja.” Kata Randi, “Enggak apa-apa kok, ini .... Indah. Kamu sering
disini sendiri aja?” tanyaku, “Iya, ini pertama kali aku bawa seorang wanita
kesini, biasanya aku kesini sendiri” jelasnya, “biar aku tebak. Kamu kesini
kalau lagi sedih ya?” tebaku dengan percaya diri, “Iya , aku kesini kalau hati
aku gak karuan dan kalau lagi pengen sendiri.”. kami terdiam sejenak, tak ada
satu patah kata yang kami ucapkan, karena aku mati gaya, aku harus gimana.
Minum sudah aku lakukan. Lalu Randi mengatakan apa yang membuat aku terkejut.
“kamu punya pacar?” dengan tatapan kosongnya, aku menatapnya kembali dengan
sedikit bingung, “Belum” jawabku singkat, “Tapi udah pernah punya kan?” tanya
dia balik, “Udah sih, tapi sekarang udah enggak, kamu punya berapa pacar?” kok gue nanya nya kayak gitu sih. “ aku
belum punya sekarang” dengan nada datar. “kok belum punya? Kan kamu cakep” aduh kok nanya kayak gituan sih. Randi
hanya diam tak menjawabku, “Udah lupain aja pertanyaan aku.”. “kamu tinggal di
apartement ini?” tanyaku, “Iya”. Randi
mengambil teropong nya dan mengatur posisi nya, “rin, sini deh. Coba kamu liat
ini” sambil menyodorkan teropong nya, “ Indah banget Ran, itu bintang nya
paling terang”
“iya, paling terang dan paling cantik. Kalau aku lagi kangen
sama seseorang , aku sering liat bintang yang paling terang, dan aku pun teriak
di atas sini, gak ada yang denger di atas sini”. Jelas Randi. Aku duduk dan
hanya menatap Randi, aku mungkin sudah terhipnotis dengan kebaikan dia dan
keromantisan dia terhadapku. aku bercanda dengannya dengannya, ternyata orang
yang kaku banget ngomong nya bisa bercanda juga. Tapi aku masih merasa bahwa
Randi itu Indra, dia mirip sekali dengan Indra. Indra kamu dimana? Aku kangen.
Tapi, mungkin kamu udah bahagia dan aku disini sudah menemukan kebahagiaanku
bersama Randi.
Aku pun sudah di depan rumah , dia mengantarku dengan utuh
tanpa lecet sama sekali. Malah sekarang aku tak mau pergi jauh darinya, makhluk
Tuhan memang sempurna. “Makasih ya” ucapku, “ sama-sama”. aku pun mau membuka
pintu dan dia memanggilku, yes dia bakal
cium aku atau apa ya. Ayo ayo! , “Tas kamu ketinggalan nih”. Aduh kenapa Cuma ngasih tas gue doang sih. “hhh..
iya makasih”. Aku benar-benar turun dari mobilnya dan dia pun pergi.
***
“ Hari minggu yang
sangat cerah. Jam weker pun masih sering berdering. Aku dan Rara masih diam di
dalam kamar. Walau mama sudah menyuruh kita turun kebawah dan sarapan” Memo hari minggu yang aku tulis pada saat aku
dan Rara malas-malasan. Namun ponselku
sudah berdering walau masih pagi, “Halo” jawabku malas. “Baru bangun ya?”, aku
langsung ribut duduk, “randi, ada apa? Pagi-pagi udah nelfon” sambil
membereskan rambutku. “Nanti siang ada acara? Makan siang bareng yu” ajaknya.
“Nggak ada sih, boleh aja. Mau makan dimana?”. “Ada aja, nanti aku jemput ya”.
Aku pu menutup telfonnya. “Randi ngajak apa Rin?” tanya Rara, “Dia nagajak gue
makan siang, nih ya Ra gue kasih tahu, dia itu tahu apa yang gue suka, mulai
makanan di kantin, minuman yang gue suka, nah ntar apa lagi?” , “Dia sebagian
dari fans diam-diam mungkin Rin” ejek Rara, “Tapi kan gak lucu Ra kalau cowok
tahu tentang gue dan bener semua, dan gue baru kenal dia 2 hari yang lalu.”jelasku
sedikit kesal, “Udah. Lumayan kok dia, pantes sama lo “. Sambil masuk ke
toilet.
“Nih ya Ra, kemaren malem tuh gue kayak sekak mat banget”
“Emangnya?”
“Gue udah pake dress, kirain gue dia bakal ngajak gue ke
restaurant atau cafe yang mewah atau apa kek, dia cuman bawa aku keatas gedung
apartement dia” jelasku
“Apa? Ngapain aja lo disana?”
“Makan makanan ringan, sama minum kesukaan gue doang, emang
sih ada romantisnya juga”
“Romantis kayak gimana?” Rara keluar dari toilet
“kita liat bintang palinga terang Ra, lewat teropong nya dia.
Dan gue satu-satunya cewek yang baru diajak dia kesana”
“Seriusan lo? Udah, lo jangan kebanyakan risih sama Randi,
gebet aja dia”
“ Emang sih gue suka sama dia. Tapi dia jadi orang susah di
tebak, ngomong aja baku. Duh “
“Terus nanti bakal makan siang dimana?”
“ Dia gak bilang, kayak semalem aja dia gak bilang, gatau
ntar gue dibawa kemana. Udah, gue mandi dulu” aku pun masuk ke toilet.
***
Jam makan siang sudah tiba, aku
sudah siap untuk makan siang dengan Randi. Rara sudah pulang duluan kerumah nya
tadi, hanya aku dan si bibi dirumah. Aku berfikir jika Randi menembak ku saat
ini, apa aku terima dia atau tidak. Aku pun menatap gantungan yang aku temukan
dulu di perpisahan SMP, apa Indra benar-benar tidak akan mengabariku? Jika
tidak, aku akan benar-benar sayang pada Randi. Bel pun berbunyi, pasti itu
Randi, aku pun langsung membukakan pintu untuknya, “Hai” panggilku, “Hai, udah
siap?” tanyanya. “udah kok”.
Beberapa
menit kemudian
Kita tiba di
sebuah restaurant yang cukup mewah, dan itu adalah restaurant yang aku suka
sejak dulu. Dia tahu darimana lagi tentangku? Aku pun masuk dengannya , kami duduk
di luar dengan suasana yang enak, tidak terlalu panas. “Randi ini restaurant
yang aku suka, kamu bisa tau dari mana?” tanyaku, “Gampang saja” jawabnya
singkat. “Aku udah pesenin buat kamu Rin”. Kok
sembarang pesen sih, dia tahu aku suka pesen apa disini? Aneh.
Makanan pun datang di depanku, sup
kari ayam dan lemon tea. Paket makanan yang aku suka dari dulu.
“ Ini ..
yang suka Ran, kamu tahu juga?”
“Apa sih
yang aku gatau, makan aja , gak aku kasih racun kok”
Aku pun diam
lalu memakannya dengan berjuta tanya. Tapi aku belum pernah bertemu dengan
laki-laki yang tahu segalanya tentang hidupku. Aku masih berani bilang dalam
hatiku bahwa aku menyukai nya.
Makan siang pun selesai, kami
berencana main-main dan jalan-jalan di mall, kami makan pop corn bersama,
bermain di arena bermain, berfoto ria di foto box. Waktu kami habiskan di dalam
mall hingga tak sadar jam sudah malam. “ ke atas gedung apartement aku yuk, aku
mau ngasih sesuatu buat kamu, ya?” pinta nya. “Boleh aja, ayo”
Kami pun sampai di apartement, ada
yang berbeda dari pintu tangga yang menghubungkan ke lantai atas gedung, disana
banyak hiasan bunga dan lilin, kami pun masuk, dan di pinggir sekitar tangga
pun di hiasi lilin kecil, mimik muka ku sudah tak karuan, hati berdebar, apa
maksud semua ini, ketika anak tangga terakhir aku pijak, dan pintu aku buka,
sinar terang di sebelah sana membuat mataku menyipit, sebuah miniatur bintang
yang sangat besar dengan lampu-lampu yang terang.
“ Ini buat apa Ran?” tanyaku
“ Buat kamu, ini buat kamu” sambil
memberikan sebuah kotak yang dihiasi pita
“ Apa ini?”
“buka saja, kamu pasti suka”
Aku pun
membukanya , “ Ini buat aku? Ini CD album Maroon5 yang aku suka, dan ada tanda tanganya lagi,
kamu dapet dari mana?” tanyaku sambil tersenyum senang, “Gak perlu tahu, yang
penting kamu suka.”Randi menyuruhku diam di ujung gedung, “Orang yang kamu
kangenin selama ini atau orang yang belum pernah kamu tahu keberadaan dia siapa?”,
“Kok kamu nanyanya kayak gitu sih?”, “Aku cuman pengen kamu lega hari ini tanpa
beban, kalau kamu mau , teriak aja sambil sebut namanya, aku gak keberatan kok”,
aku pun berjalan sedikit lebih dekat dengan ujung gedung, “ kamu tutup mata
kamu, kamu sebutin namanya sekeras-kerasnya”. Aku pun menuruti nya dan aku
teriakan nama Indra sekerasnya, “ Indraaaaaaa, gue kangen sama lo, lo dimana
sekarang!!!!” aku pun tak sadar meneteskan air mata, rangkulan Randi langsung
mendekap hangat di tubuhku, “Maaf” aku meminta maaf karena tidak mengontrol,
“Enggak apa-apa, sekarang apapun yang kamu rasakan udah lega?” , aku
menganggukan kepala, “ Aku mau bikin kamu seneng sekarang”, Randi memegang
tanganku di depan bintang yang paling terang, dan dia berkata dengan lembut,
“Rin, sebenernya aku mau bilang ini dari dulu, tapi aku malu buat ngomongnya,
sebenernya aku suka sama kamu, maaf aku suka kamu mungkin aku gak pantes”
kata-kata yang menurutku romantis tapi sedikit bodoh, “ enggak enggak, seharusnya aku yang minta maaf,
aku yang suka duluan sama kamu, tapi aku nunggu kamu yang bilang, masa cewe
dulu yang bilang”, Randi pun tertawa kecil, “Jadi? Kita?” tanya nya, “Yaudah,
kita coba aja”
***
Pagi ini membuat aku senang untuk
pergi ke sekolah. Karena ada Randi yang akan menghiasi hariku, aku lebih giat
dan rapih dengan gaya sekolahku. Aku akan beritahu Rara soal ini, dia mungkin
akan kaget. Tak lupa aku bawa buku laguku, karena kelasku bagian seni musik dan
akan satu kelas dengan Rara.
“Ra lo tau gak, gue seneng banget”
“ Kenapa lo? Pagi-pagi pipi udah
merah kayak gitu”
“Gue jadian sama Randi” sambil
loncat-loncat kegirangan
“Gila, hebat lo rin, selamet ya, kok
lo bisa terima dia gitu sih? Dan lo tahu tanggal jadian kita tuh sama, bisa Anniversary bareng dong nih”
“Dia kan sayang sama gue, gue juga
sayang sama dia. Oh iya, bagus deh”
“Darimana lo tau dia bener sayang
sama lo?” Canda Rara
“Ah udah ah udah, yuk masuk kelas”
***
Bel istirahat memang yang aku
tunggu, dimana aku bisa bertemu dengan Randi, aku menuju ke kantin dengan Rara,
dan aku pun bertanya tentang Andre yang beda sekolah dengan Rara namun mereka
masih tetap jadian, “Andre gimana kabar nya Ra? Belum ketemu lagi gue sama anak
itu”tanyaku, “Baik kok, makin baik sama gue. Sayang gak satu sekolah, tapi gak
apa-apa yang penting setia. Hahaha “. Dari jauh aku melihat sosok Randi yang
sedang duduk dan meminum minuman yang ada di kantin, “Hai Randi” pipiku merah
seketika, “Hai Ririn, mau pesen yang biasa?”, aku pun tersenyum dan hanya menganggukan
kepala, “Pak, pesen bubur ayam nya satu, pake merica , garam, sama minum nya es
jeruk , es nya yang banyak” ucap Randi dan ada yang terlewat, itu membuat Rara
tercengang, “Randi, kamu tahu kesukaan Ririn apa? Barusan gak ada yang kelewat
loh” sambil menggelengkan kepala. Randi hanya tersenyum dan kembali meminum
minumanya. “Rin, gue duluan ya, lupa ada tugas belum gue kerjain”kata Rara
“Yah, yaudah deh”
“ kamu mau bubur? Enak loh, kamu
harus coba” sambil memegang sendok yang berisi bubur, namun dia malah
memalingkan sendok nya dari mulutnya, “Aku enggak suka bubur, kayak muntah”,
aku menyipitkan mata sambil menatapnya, “Apa? Ada yang salah? Enggak maksud
buat ngurangin nafsu makan kamu loh” ucapnya dengan nada terburu-buru, “Enggak
kok, gak kenapa-kenapa”. Pikiran ku terlintas tentang Indra, Indra
juga gak suka sama bubur, Randi juga sama? kebeneran mungkin yah. “ Kelas
IPA gimana? Seru gak sih?” tanyaku sambil sibuk dengan bubur ayam, “ Enak-enak
aja sih, peneletian hewan atau khasiat tanaman-tanaman di Indonesia, ternyata
jadi pengetahuan yang luas, kalau kamu di dunia musik sama foto?”
“enjoy , setiap aku kesel atau
pengen menyendiri aku lari ke musik”
“Boleh dong nyanyiin aku satu lagu
nanti, udah ini kita ke ruang musik” pinta nya
“Jangan tertawa ya kalau aku nyanyi”
seketika pipi ku merah
“Tidak akan, sayang” ucapnya lembut,
dan pipiku semakin memerah
Ini pertama kali aku akan memainkan
tuts piano di depan kekasihku, dan sekaligus menyanyikan lagu untuknya, aku
pilih lagu “sampai menutup mata” , aku menikmati nya begitu juga dia. Tatapan
mata nya begitu indah dan tek sanggup jika aku sakiti dia. Dia mendekat dan
membelai rambutku dari atas hingga ujung rambut dan mengatakan, “Aku
mencintaimu” dan dia mencium keningku, mataku tertutup dengan tersenyum manis.
***
Sudah 1 bulan aku dan
Randi berhubungan, tak ada yang di sembunyikan, Randi terus saja memberiku
kejutan , dia memberikan apa yang aku suka, aku juga sebaliknya, aku pikir Rara
yang memberitahu dia, ternyata tidak. Hari ini adalah hari tanggal jadian ku
dengan Randi, tepat dimana tanggal ini Rara dan Andre pun jadian, jadi kami
berniat untuk bertemu di sebuah kafe yang lumayan asik dan enjoy untuk anak
muda. Kami semua berjanji akan bertemu disana dan merayakan anniversary yang
pertama kalinya bagiku, jika ntuk Andre dan Rara sudah ke 7 kalinya. Aku dan
Rara akan berangkat bersama, sebelum nya seperti biasa, kami memilih baju untuk
di kenakan menemui mereka, kami sangat senang karena hari ini lah yang
ditunggu.
“Rin, bagus yang ini apa yang itu?”
tanya Rara
“ yang warna cerah deh, terus kamu
pake rok , pake bando yang warna putih, karena yang merah muda bakal aku pake”
“Jiah, lo ya tau aja yang bagus yang
mana, oiya si Randi tau kan cafe nya?”
“Tau kok, kemaren udah aku SMS
alamatnya, Muka Andre nanti kayak gimana ya?”
“Ngejek nih?”
“Enggak, kan aku baru sekarang liat
dia lagi, terakhir kan sebulan yang lalu”
“Yaudah cepetan nih, udah mau jam 9”
***
Cafe Blue, cafe yang menjadi tempat
kita bertemu, aku sudah duduk dengan Rara di meja nomor 27, aku melihat ke
sekeliling cafe namun belum melihat Randi ataupun Andre. Beberapa menit kami
duduk, datang lah Andre dengan pakaian rapihnya. “Halo, sayang, halo Rin, Udah
lama?” tanya nya sambil menyeret kursi untuk duduk,” Lumayan, apa kabar Dre?”
tanya ku sambil melihat-melihat Andre dari ujung sampe ujung, “Wah, baik –
baik. Kamu Rin?” tanya nya balik, “Kabar baik kok”. “Nah, Randi-Randi yang lo
ceritain mana?” mulai menanyakan Randi, “Sebentar lagi mungkin” sambil melihat
ke arah pintu cafe, terlihat sosok lelaki yang tegap berjalan menuju arah meja
ini, “Itu dia”. Randi pun berdiri di samping meja, “Maaf lama guys”. Andre pun
memalingkan wajah dan dia hanya terdiam bingung melihat sosok Randi yang mirip
sekali dengan sobatnya dulu, Indra. “Indra? Kemana aja lo dra” sapa Andre
dengan PD-nya, “Ini Randi? Ini Indra Rin”, sambil menepuk pundak Randi, aku pun
terdiam, Rara pun menginjak kaki Andre, “Aw, sakit”. Aku pun beralih ikut
bicara, “ Ini Randi, bukan Indra” sambil menyuruh Randi duduk. “Biar nanti gue
cerita sama lo Dre”. Ririn pun mencairkan suasana, “Udah-udah, mau pada pesen
apa? Gue udah pesen kue anniversary gue sama lo Rin”, “Aku mau bread garlic aja
sama es lemon tea nya” jawabku, semua pun menyebutkan pesanan nya, kami
berbincang-bincang melepas rasa rindu yang merekat di hati. Randi membisikan “
Aku pergi ke toilet dulu ya”, aku hanya bilang “Hati-hati, bentar lagi pesanan
datang”. Randi pun menghilang dari penglihatanku dan dia masuk ke toilet
laki-laki. “Rin, kok sama banget sih muka nya kayak Indra, kirain gue sama itu
gak semirip kayak gitu, kayak copy’an Indra itu” Andre menyambar, “Iya lo bener
Dre, tapi ini Randi bukan Indra, tapi iya sih dia sedikit bikin gue bingung,
dia tahu semua tentang gue alau baru kenal juga, tapi gak tahu kenapa gue suka
sama cara dia” aku menjelaskannya, “Yaudah sih kalau lo gak masalah sama dia,
tapi ngomong-ngomong Indra kemana ya? Kabarin ke lo gak?” pertanyaan Andre yang
membuat aku mengingat dia lagi, “Gak tau Dre”, Rara menyiku Andre lagi
mengingatkan jangan mengatakan nama Indra didepanku. “Randi kok lama banget
sih? Makanan nya udah dateng nih” kataku khawatir, “Tunggu aja, mungkin penuh di
toilet nya” kata Rara, “kalian makan duluan aja, aku bakal ngcek dia dulu,
perasaan gue gak enak”. Aku pun pergi meninggalan Rara dan Andre, aku merasakan
hal yang tak enak mengenai Randi, aku masih berdiri di depan toilet laki-laki,
apa aku masuk atau menunggu diluar saja? Aku memberanikan untuk masuk, aku buka
pintu nya dengan perlahan, “Randi?” ternyata sepi dalam toilet nya, “Randi?!”,
ketika aku berbelok, aku melihat lelaki yang tergelatak begitu aja di lantai,
aku mendekatinya dan ternyata itu Randi, aku segera menelfon Rara menyuruh
untuk membantu Randi, “Ra ke toilet
cowok Ra, Randi pingsan” sambil menangis aku melihat dia, karena wajah nya
sangat pucat sekali. Rara dan Andre pun membantuku, aku akan membawa Randi ke
rumah sakit terdekat. Aku sangat
khawatir melihat keadaan nya sekarang, karena aku baru kali ini melihat Randi
pingsan.
Kami pun tiba di rumah sakit, Randi
langsung dibawa ke UGD, kami pun duduk di tempat ruang tunggu, aku masih
khawatir dengan keadaannya karena dia belum cerita apa-apa kalau dia sakit,
mudah-mudahan bukan sakit, dan hanya kecapean. Dokter pun keluar dari ruangan
UGD, aku langsung menyambar nya, “Dia kenapa dok?” tanyaku cemas, “hmm.. dia
baik-baik saja, cukup minum vitamin rutin dia akan baik seperti sediakala”
jelas Dokter, “Syukurlah, boleh aku melihatnya?” pintaku, “Silahkan”. Aku pun
masuk, aku melihat Randi yang terbaring lemas di ranjang UGD, aku mengusap dahi
nya dan tak sadar meneteskan air mata, mata dia mulai terbuka dan dia melihatku
dengan tatapan lemah, “Kok aku disini?” tanya nya dengan nada lemas, “Kamu tadi
pingsan, kamu sakit atau apa?” tanyaku , “Aku baik-baik aja, aku enggak sakit,
ayo kita pulang” sambil berusaha untuk bangun, “Kamu yakin mau pulang
sekarang?” dia hanya menganggukan kepala. “Oh iya Rin, Happy Anniversary, maaf
aku malah kayak gini, harusnya aku kasih yang special buat kamu”. “ Udah,
enggak apa-apa”. Aku pun mengantarnya ke
apartemen dia.
Kami tiba di apartemen Randi, aku
menekan tombol lift lantai 3, aku baru masuk apartemennya kali ini, aku langsung
menuntun Randi ke kamar tidurnya setelah sampai di kamar apartemennya, “Kamu
sendirian gak apa-apa?” tanyaku, “Aku baik-baik aja” ucapnya lagi, “Aku tahu,
tapi aku takut kamu pingsan lagi, besok aku bakal kesini lagi, masakin sarapan
buat kamu” sambil menyelimuti Randi, “Jangan masakin bubur ya” kata Randi
sambil tertawa kecil, “Gak akan lah, kamu kan enggak suka, aku bakal masakin ,
hmm sop bayam yah? Biar kayak popeye” candaku, “Boleh, aku suka sayur bayam”
katanya, aku hanya tertawa dan aku ingat, Indra juga menyukai sayur bayam. Aku
pun segera berpamitan karena takut menganggu istirahatnya.
***
Pagi itu aku langsung pergi ke
apartemennya Randi, aku akan memasak sop bayam yang paling enak, karena ini
kesempatan aku untuk memberikan dia yang terbaik, aku sudah membawa
bahan-bahannya dari rumah, karena aku takut di apartemen Randi tidak ada
bahan-bahannya, apartemen cowok mana ada yang serba ada. Aku pun langsung
menuju lift, dan menekan tombol angka 3, suara lift pun terdengar dan pintu
lift terbuka. Saat itu lift masih kosong, belum di penuhi orang-orang yang akan
beraktifitas, aku tidak tahu pasti aku datang pukul berapa. Aku sengaja tidak sekolah hari ini aku sudah
meminta ijin pada pihak sekolah. Suara
lift berbunyi kembali, pintu pun terbuka, aku langsung melangkahkan kaki ku
dengan cepat, aku tak mau membuat Randi menunggu. Aku tiba di depan kamar nya,
aku mengeluarkan kunci cadangan yang dikasih Randi kemarin dan aku membuka
pintunya dengan perlahan, aku tidak mau menganggu Randi, tapi aku tidak dengar
apa-apa dari kamar Randi, mungkin Randi belum bangun. Aku akan mecoba
memanggilnya, “Randi?” aku langsung menuju dapur dan membereskan bahan-bahan,
aku memanggilnya lagi, “Randi? Kamu lagi mandi? Atau belum bangun? Bangun dong,
aku masakin sop bayam nih”. Aku pun mulai bosan memanggilnya, aku ke kamar
tidurnya, dan aku lihat dia tidak ada di kamar tidurnya, aku cemas dan aku
langsung mencari nya ke kamar mandi, dan aku lihat pintu kamar madni terbuka
sedikit, aku langsung berlari dan melihatnya, “Randi” ternyata dia pingsan
lagi, aku telat datang kesini, aku langsung menelfon taksi untuk mengantar
kami, aku langsung mengangkat Randi untuk di pindahkan keruang tamu. “Kamu
kenapa lagi Randi, wajah kamu pucat lagi, bangun Ran bangun”, supir taksi pun
datang membantuku dan aku langsung membawa Randi ke rumah sakit.
Randi langsung dibawa dokter ke
ruangan UGD , dia di periksa lagi. aku hanya berdiri cemas dengan harapan yang
banyak, aku tak bisa tenang karena ini ke dua kalinya Randi masuk rumah sakit
dengan hal yang tidak aku ketahui,. Dokter keluar dengan helaan napas dan
menggelengkan kepala, aku lamgsung menghampirinya, “ Gimana dokter?” tanyaku
cemas, “ Dia akan segera baik-baik saja, dia sudah siuman, tapi dia akan di
rawat sampai dia pulih”. Aku hanya tertunduk, bukan jawaban itu yang aku ingin
tahu dok, aku ingin tahu kekasih ku sakit apa, supaya aku bisa merawatnya dengan
baik. “ kamar berapa dok?” sambil mengusap air mataku yang hampir tak bisa
aku bendung, “ VIP nomor 5, dari sini, lurus saja ikuti lorong, lalu belok
kanan” jelas dokter, “Baiklah dok”. Aku pun segera kesana dengan cepat.
“Ririn, maafin aku lagi ya, aku udah
bikin kamu cemas”
“ Kamu itu sakit apa?” tanyaku
dengan nada kesal
“ Aku enggak sakit Rin”
“Terus, kalau kamu gak sakit, apa
kamu perlu di rawat sesuai saran dokter?”
“Besok atau nanti siang aku bakal
minta rawat jalan atau aku gak usah di rawat, aku sehat”
“ Aku cuman khawatir Ran, kamu cukup
bilang kamu kenapa, aku bakal rawat kamu”
“makasih Rin, aku mau sop bayam
bikinan kamu, bikinin ya nanti kita makan di atas gedung”
“ Jadi? Kamu mau pulang sekarang?”
aku meyakinkan dia lagi, dia tersenyum dan menganggukan kepala. Wajahnya saat
itu saat halus dan lembut, seperti seorang anak bayi yang tak berdaya.
Aku pun menyelesaikan urusan di
rumah sakit untuk kepulangan Randi, lalu kami langsung ke apartement, pada saat
itu aku tak mau kehilangan Randi, badannya aku dekap dengan hangat seolah Randi
takkan seperti ini lagi nanti. “Sembuh ya, biar kamu bisa belajar tentang
keobatan herbal yang akhir bulan tinggal di ujikan, dan kamu bisa pesenin aku
bubur ayam lagi di kantin” ucapku ketakutan, “Aku akan melakukan semua itu,
asalkan aku sudah melihat kamu tersenyum malam ini” . aku hanya bisa meneteskan
air mata disetiap Randi tetap tegar , karena aku disini aku tidak tahu apa yang
terjadi pada tubuh Randi, sampai saat ini aku belum di beri tahu dia sakit apa.
Kami pun sampai di apartemen ,
“Antarkan aku ke atas dulu, baru kamu masuk untuk masak untukku ya” pintanya. Aku
pun mengantarnya keatas, lalu aku kembali lagi untuk memasak. Aku menyiapkan
semua nya dan semua telah tersedia, lalu aku nyalakan kompor nya dan ternyata
susah di nyalakan, mungkin harus dipancing dengan korek api, aku pergi mencari nya di sekitar dapur, namun tak ada,
aku cari di kamar Randi, aku cari di laci nya, ketika aku membuka laci ketiga,
aku menemukan obat yang sangat banyak dan hasil-hasil check up dari rumah
sakit, aku melihat semua nya, aku membaca semua nya, dan obat ini sama seperti
yang di minum oleh Indra dulu, dan Nama semua di resep dan hasil check up itu
Indra Pratama bukan Randi, aku mengerutkan dahi dan menyipitkan mata, “Apa ini
semua? Randi? Indra?” napas ku hampir tak beraturan, aku langsung membawa itu
semua dan akan meminta penjelasan dari Randi. Aku pun naik ke atas
“Apa ini? Sambil menunujukan obat
dan hasil check up, “Kamu siapa?” tanyaku lagi dengan napas yang terengah-engah
dan amarahku mulai naik, “Aku yakin kamu pasti marah, dan aku pasti akan
menemukan situasi seperti ini” ucap Randi yang membuat aku bingung, “Kamu
jelasin apa maksud ini” aku mulai menangis karena aku merasa di bohongi. “Tenanglah dulu, aku akan mejelaskan ini
semua” ucapnya dengan ada yang lemah lembut. Aku pun duduk di sisinya.
“ Kamu lihat
bintang itu? Terang sekali kan, itu kamu. Mulai saat ini aku namakan bintang
itu Ririn”
“ Maksud
kamu apa?” aku masih bertanya-tanya
“ aku tahu,
kamu pasti akan marah suatu saat ketika kamu menemukan ini semua, aku sudah
siap dengan keadaan ini. Apa kamu masih ingat ketika aku menyuruhmu berteriak
di gedung ini dengan keras dan menyebutkan nama orang yang kamu rindukan?
Indra. Aku sangat senang ketika kamu masih mengingat nama itu.”
“ Aku makin
gak ngerti apa yang kamu omongin Ran”
“ Aku memang
harus jujur pada kamu, sebenernya aku...
aku ini Indra” dengan senyum manis nya di katakan
“ Aaa.. apa?
Indra? Enggak, kamu bohong” tangisku semakin menjadi-jadi
“Aku jujur,
makannya aku senang ketika kamu sebut nama Indra ketika kamu berteriak, berarti
kamu masih mengingatku”
“lalu
mengapa kamu mengganti nama mu menjadi Randi?”
“ Aku ingat
janjiku padamu waktu perpisahan SMP waktu itu, aku akan mengabari mu aku
lanjutkan dimana sekolahku, aku tidak bermaksud membohongimu , makannya aku
datang di hadapan mu pada saat kamu melihat ku di taman sekolah”
“Lalu jika
kamu Indra, kamu sekolah dimana dan setahun yang lalu kamu kemana?” aku masih
menangis dan bingung dengan semua ini. “ baiklah aku kan katakan, Aku sakit.
Aku tidak sekolah, aku berobat di luar negeri tanpa ada orang yang tahu, aku
setahuan disana , untuk mengobati badan ini yang sudah di gerogoti penyakit”
“ Kamu
sakit? Sakit apa? Kenapa kamu gak bilang? Dokter hanya mengatakan kamu tidak
kenapa-kenapa dan kamu hanya perlu istirahat, tapi kenapa bisa seperti itu?”
“ Maag, kamu
tahu kan aku sakit ini sejak SMP? Sekarang menjadi maag kronis dan lambungku
sudah tidak bisa digunakan dengan baik. Aku menyuruh dokter untuk tidak
mengatakan ini padamu, aku takut kamu meninggalkan aku”
“Apa? Ind..
Indra, aku sejak dulu sudah mengingatkan kamu harus selalu minum obat dan makan
teratur, kamu lupa? Sejak kapan kamu sakit?”
“Aku ingat,
namun semua itu aku tidak melakukannya karena aku tidak pernah mendengarkanmu
sama sekali dulu, 3 bulan sebelum perpisahan SMP di mulai. Aku di vonis dokter
tidak akan lama lagi, tapi dengan bantuan obat, aku akan bertahan sampai badan
aku benar- benar menolak obat ini untuk aku minum” sambil memegang perut
sebelah kanan, “ Kamu tahu Rin? Aku mecintaimu dari sejak dulu, pertama aku
dekat denganmu, namun ketika aku akan mengatakan cinta, aku mendapatkan
penyakit ini yang tak mungkin untuk mendampingi dirimu, karena aku takut kmu
tidak bahagia dengan cowok penyakitan dan bandel kayak aku” suara semakin tidak
tersengar dengan jelas.
“ Kamu salah
besar, aku mecintai mu tulus dari sejak dulu, tapi kamu tidak pernah
mendengarkanku. Jadi alasan waktu kamu menolakku dan menerimaku sebagai sahabt
itu gara-gara ini?” ucapku dengan tangis yang hebat
“ iya.
Maafin aku Rin. ohiya, kamu pasti bertanya-tanya kan tentang mengapa aku
mengetahui semua tentang mu? Dan kau pasti bertanya-tanya tntang gantungan yang
kamu temukan di bangku mu dulu?”
“ Iya kamu
tahu dari mana? Bahkan kamu dulu tidak tahu mau apa yang aku lakukan, iya itu
punya siapa?”
“Kamu ingat
waktu buku diary mu di simpan di tas ku oleh temanmu? Aku menyimpan nya dan
membaca nya , soal gantungan itu, aku sengaja menyimpannya disitu untukkmu,
untuk kenang-kenangan, karena aku kana jauh bersamamu, dan aku saat itu pulang
duluan, aku akan segera terbang ke singapore dan berobat“ suaranya serak
“ itu 2
tahun yang lalu, kamu masih menyimpanya? Memang aku tulis semua apa yang aku
suka disana, dan gantungan itu aku benar-benar tidak tahu, aku masih
menyimpannya”
“ Bukalah,
ini sesuatu untukmu” memberikan sebuah box berukuran sedang dengan pita warna
merah muda
Aku pun
membukanya, “ Ini buku diary ku, dan bunga mawar yang aku suka”, dan aku
membaca tulisannya I love you, i miss
you, and you are the biggest present in my life, Ririn. “Indra, kamu
benar-benar membaca semuanya, karena yang kamu kasih , semua yang aku suka,
makasih ya”
“Aku memakai nama Randi karena aku
takut, kamu marah aku datang telat untuk mengabarimu, jadi aku pakai nama itu
untuk membuat mu senyum sebelum aku meninggalkanmu. Dan aku menyatakan cinta
ini karena aku ingin menebus senyum mu yang lama berubah menjadi tangis. aku
ingin melihat mu bahagia walaupun bukan dengan nama Indra, tapi dengan hati
Indra”
Kepala kami pun mendekat, semakin
dekat, nafsu ku untuk memliki Indra dengan tulus semakin besar, bibir ini
menjadi saksi bisu dan bukti bahwa aku telah menjaganya dengan sepenuh hati.
Bibirnya sangat lembut, dan aku takkan pernah melupakan saat ini, memagut bibir
dengan seseorang yang aku damba beberapa tahun yang lalu yang kini dia datang
di hadapanku dengan niat membuat aku senyum dan bahagia dengan hatinya.
***
Daun terakhir itu jatuh ketika aku
duduk di bangku Rumah sakit, itu juga air mata terakhirku yang aku
jatuhkan. Kepala ku masih tertunduk
dengan memegang sekuntum bunga mawar merah dan gantungan itu. Aku berjalan
menelusuri lorong rumah sakit, lorong ini lah yang menjadi saksi bisu ketika
Indra dibawa oleh seluruh dokter dan suster dan tangisan hebat dari semua orang
yang menuju ruang jenazah. Aku saat itu hanya mampu berdiri dengan tatapan kosong.
Aku benar-benar mengingat momen dimana Indra mengatakan, “Aku pergi, tugasku
membuatmu senyum sudah aku lakukan”.
Aku sekarang di atas gedung
apartemen Indra, aku menyebutnya Indra bukan Randi lagi. sambil melihat-melihat
diary ku yang dulu dan semua hadiah yang dia berikan , hal kecil pun dia
berikan. Suara ketukan sepatu kecil datang
dari belakang, aku tengok ternyata itu adik Indra, Farah. “ Kamu kok ada di
sini farah?” tanyaku sambil mengusap air mata ku. “kak Ririn ya? Aku bawain ini
buat kakak , dari kak Indra” sambil memberiku kotak kecil, “Apa ini sayang?”
sambil menerimanya. “buka saja”. Aku pun membukanya, isinya ternyata gantungan
pasangan dari gantungan yang aku simpan, ternyata ini mempunyai magnet dan bisa
di satukan, dan ada kertas yang menggulung, sepertinya harus aku baca.
“
Halo cantik, aku menulis ini sejak aku diam terbaring di singapore dengan
tenaga seadanya, dan aku akan menulis ini dengan baik. Ririn, aku mecintaimu
sejak dulu, aku ingin mengatakannya namun aku malu. Setiap bintang terang ada
di langit, aku menatapnya, aku berbicara dengannya, aku harap kamu juga
berbicara dengan bintang itu. Ririn, kamu tahu? Malaikat di bumi ini banyak dan
baik sekali. Jutaan manusia pun banyak di dunia ini, tapi yang baik hatinya
sama seperti malaikat, hanya satu yang aku tahu. Manusia dan malaikat bersatu
untuk diciptakan di duni ini untuk seseorang, kau ingin tahu siapa dia?
Tanyakan pada farah. Dia akan memberimu jawaban. – Indra Pratama”
Tangis ku tak bisa aku bendung, aku
menangis hebat di atas gedung itu dan aku tengadah dan melihat bintang itu
bersinar sangat terang dari biasanya, aku tanyakan pada Farah, “ Farah, manusia
yang bersatu dengan jiwa malaikat itu siapa? Kak Indra menyuruh kakak untuk
mencari jawabannya dari kamu” , “Kak Indra bilang, waktu di singapore, manusia
itu kak Ririn yang selalu ada untuk jagain hatinya kak Indra.” Sambil melihat
bintang Farah mengatakan itu. Aku memeluk Farah dengan erat, aku menangis
dengan hebat , hati ini merindukan sosok Indra, “Farah, kakak kamu bakal senang
di alam sana dengan malaikat yang lebih baik”. Aku mendekap nya dan menciup
kening Farah. “Indra, aku mecintaimu. Tersenyumlah disana. Aku akan tersenyum
disini juga, Terima kasih atas semua nya”. Air mata yang begitu hebat yang aku
tetes kan saat itu. Cinta sejauh apapun, sekejam papun, dia akan kembali ke
hatinya semula dan membuat orang itu tersenyum kembali.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar